• X-Men: Apocalypse (2016) HDTC + Subtitle Indonesia

    x-men-apocalypse.jpg
    movieinfo.png
    Released
    27 May 2016 (USA)
    CountryUSA
    Language
    English | German | Arabic | Polish | Egyptian (Ancient)
    Genre
    Action | Adventure | Fantasy | Sci-Fi
    Director
    Bryan Singer
    Writers
    Simon Kinberg (screenplay), Bryan Singer (story) | 3 more credits »
    Starcast
    James McAvoy, Michael Fassbender, Jennifer Lawrence | See full cast & crew »
    Rating
    imdb-icon.gif7.6/10



    Review:

    Para musisi luar kerap menyebutnya dengan ‘Difficult Second Album Syndrom (DSAS), istilah yang dipakai ketika debutmu meraih sukses besar, lalu gagal di album kedua, tetapi franchise X-Men bukanlah album musik, ia juga menepis mentah-mentah sindrom DSAS ketika seri kedua di dua triloginya yang hanya terpisah lima tahun menjadi bagian terbaik di eranya masing-masing. Ya, X-2 2003 silam berhasil menjadi yang terbaik ketika sukses mengawinkan elemen politik, humanisme dan keseruan sebuah ensamble mutan-mutan keren yang bertarung mempertahankan eksistensi mereka dari manusia yang ketakutan, sementara di masa depan ada X-Men: Days of Future Past, tampil percaya diri berkat dukungan cast muda, kelanjutan dari reboot “halus” X-Men: First Class yang juga luar biasa itu dan narasi time travel-nya yang cerdik menggabungkan sekaligus menghormati tiga seri awal X-Men lengkap dengan kehadiran bintang-bintang lawasnya. Lalu bagaimana dengan seri ketiganya?

    Harus diakui X-Men: The Last Stand tidak bisa terlalu dibanggakan. Itu adalah seri terburuk dari delapan installement-nya, hanya sedikit lebih baik dari X-Men Origins: Wolverine (2009) yang kacau itu. DSAS mungkin tidak, DTAS ‘Difficult third Album Syndrom’ mungkin lebih tepat untuk menggambarkan situasi yang terjadi di franchise X-Men di mana seri ketiga menjadi titik terlemah dari masing-masing era. Tetapi tenang saja, jangan terlalu pesimis dulu, karena seburuk-buruknya X-Men: Apocalypse ia masih jauh lebih baik ketimbang The Last Stand dan Wolverine, Apocalypse hanya sial karena dua pendahulunya tampil terlalu perkasa. Masih ada banyak hal-hal menarik dan kesenangan di sini yang tentu saja tidak bisa kamu lewatkan begitu saja, apalagi sang”bos”, Bryan Singer kembali dipercaya duduk di bangku sutradara setelah kesuksesan dua seri awal X-Men dan terakhir, Days of Future Past.

    Jika kamu adalah penonton yang cukup bersabar menunggu sampai roll kredit Days of Future Past benar-benar berakhir, kamu akan melihat ada secuil adegan yang melibatkan Mesir dan piramida yang memberi petunjuk tentang siapa yang akan dihadapi pasukan X-Men nantinya, jika kamu adalah fanboy pasti tahu siapa yang dimaksud, jika bukan pun maka bersiaplah dengan kedatangan salah satu super villain paling tangguh di dunia mutan. Yap, sejak awal, X-Men: Apocalypse seakan-akan telah menegaskan pemilihan judulnya yang terdengar angker dengan menghadirkan adegan pembuka yang memperkenalkan kita pada sosok En Sabah Nur a.k.a Apocalypse yang terbangun dari tidurnya setelah ribuan tahun terkubur di dasar piramida. Sementara itu 10 tahun berlalu setelah peristiwa Washington, Charles Xavier (James McAvoy) berhasil mewujudkan cita-citanya membuka sekolah bagi anak-anak mutan, sementara Erik “Magneto” Lehnsherr (Michael Fassbender) yang buron memilih mengasingkan diri di sebuah kota kecil di Polandia, mengganti identitasnya dan hidup damai bersama istri dan putrinya. Tetapi tentu saja kedamaian itu tidak bertahan lama, ancaman datang ketika Apocalypse bangkit dan kembali berjalan di atas bumi, menebar teror kehancuran total bersama empat penunggang kudanya.

    X-Men: Apocalypse punya sebenarnya punya modal bagus untuk menjadikannya salah satu seri X-Men terbaik mengingat premis tentang kehadiran En Sabah Nur sebagai salah satu musuh paling tangguh dalam komik X-Men. Tetapi di lapangan ternyata sedikit di bawah harapan. Relasi kuat antar tokoh sudah tidak lagi ditonjolkan, persahabatan Charles dan Erik tidak pernah mendapatkan porsi cukup untuk membuat keduanya bisa menghadirkan kedekatan benci-rindu yang penuh emosi dan kompleksitas seperti dua seri terdahulu, sangat disayangkan karena sebenarnya masih banyak hal-hal yang masih bisa digali dari hubungan mereka berdua, misalnya seperti Charles yang lebih dewasa, menjadi mentor buat para anak-anak mutan, atau cerita dari sosok Magneto sendiri yang sebenarnya cukup kuat dan emosional bersama akting solid Fassie sebelum ia direkrut Apocalypse dan dirusak untuk hanya bertransformasi menjadi tukang pukul. Karakter lain termasuk Raven a.k.a Mystique (Jennifer Lawrence) juga tidak lagi punya pengaruh sebesar dulu, sebagai gantinya muncul muka-muka lama dalam wujud baru yang diproyeksikan sebagai masa depan X-Men, sebut saja si Cyclops a.k.a Scott Summer (Tye Sheridan), Jean Grey (Sophie Turner), Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee) sampai Strom (Alexandra Shipp) dengan dandanan lebih modern.

    Tetapi jujur saja, kemunculan wajah-wajah baru ini tidak sekuat ketika pertama kali kita berkenalan dengan X-Men 16 tahun silam yang setiap tokohnya langsung menghadirkan kesan meyakinkan, ya, mungkin saja bukan salah mereka, toh, para calon mutan-mutan ini masih muda di Apocalpse dan Singer juga tidak memberikan mereka kesempatan untuk bisa berinteraksi lebih mengingat masih terlalu banyak yang ingin dihadirkannya, seperti tentu saja cerita tentang Apocalypse sendiri. Sayang lagi-lagi sayang, sebagai fokus cerita sosok Apocalypse sendiri terbilang mengecewakan mengingat kebesaran namanya sebagai mutan pertama dan terkuat, tidak ada motif yang jelas selain kehancuran total, tidak ada kekejaman luar biasa meski Oscar Issac sudah memerankannya dengan maksimal, memang bisa ditebak pada akhirnya ia bisa dikalahkan tetapi tidak dengan cara yang kelewat luar biasa atau spesial untuk seorang antagonis super, belum lagi menyebut penampilan the Four Horsemen-nya yang juga sama lemahnya, khususnya untuk Angel dan Psylocke yang terbuang percuma dengan segala potensinya. Jika ada satu karakter yang mampu mencuri perhatian maka tidak diragukan itu adalah Evan Peters alias Quicksilver. Seperti Days of Future Past, Quicksilver lagi-lagi sukses merebut perhatian penontonnya dengan kemampuan super cepatnya yang sampai-sampai membuat dunia menjadi melambat.

    Secara keseluruhan, narasi garapan Simon Kinberg juga tidak secerdas dua seri sebelumnya. Tanpa muatan sejarah, tanpa muatan politis yang kompleks termasuk eksplorasi relasi antar karakternya, Apocalypse bergerak layaknya standar film superhero konvensional, tentang kebaikan melawan kejahatan, tentang usaha menyelamatkan dunia tidak lebih tidak kurang dengan segala hingar bingar spesial efek mahal yang di sini porsinya ditingkatkan dua kali lipat lebih banyak dari dua pendahulunya, dan tentu saja menjadi spesial karena ini adalah X-Men dengan kebesaran namanya yang sudah dibangun puluhan tahun menjadi franchise superhero yang sama besarnya dengan pahlawan Marvel lain. Menarik adalah bagaimana kemudian X-Men akan melangkah ke masa depan, apa akan ada sekuel baru yang masih terjebak pada era lampau, atau film-film solo dari para anggotanya, macam sekuel Wolverine dan rumor tentang Gambit. Mari kita tunggu saja.




    Credit : Hollywood Movies


    Download Single Link:

    download-button.gif
    UC: https://userscloud.com/cucdm9xn25s0
    TF: http://www.tusfiles.net/8ccovwce8gxk
    UF: http://sht.io/hhcg
    UI: http://sht.io/hhch
    SF: http://sht.io/hhci
    UP: uploading...
    Download Film Lebih Cepat Gunakan UCWEB Versi Terbaru klik!

    Subtitle: tc-xmenapclps-2016.zip | More
    Bahasa: Indonesia [Manual]
    Format : SUB & SRT
    Subtitle By:
    Lebah Ganteng


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Blogger news